Rabu, 05 September 2012

SUBSIDI

Kata subsidi sering kita dengar, terutama dari pemerintah, namun tidak banyak yang tahu bagaimana seharusnya subsidi itu diterapkan atau bagaimana subsidi itu digunakan dan kepada siapa. Saya mendengar kata itu pertama kali ketika sekolah di SR (Sekolah Rakyat) Dhoho bersubsidi. Waktu itu maksudnya sekolah swasta yang disubsidi oleh pemerintah agar biaya sekolah tersebut tidak mahal, kebetulan SR Dhoho termasuk yang terbaik, mengalahkan yang negeri.

Sejak era Soeharto, subsidi ini dipakai untuk menahan harga 9 bahan pokok agar murah, karena kalau mahal, rakyat mudah memberontak. Subsidi berkelanjutan sampai ke BBM dan listrik. Akhirnya sasaran subsidi tidak tepat lagi krn orang yang mampu ikut menikmati, dan usaha swasta tidak mampu bersaing. Dan anggaran negara tersedot untuk membiayai subsidi.

Seharusnya subsidi tidak diterapkan ke harga tetapi langsung kepada rakyat yang membutuhkan. Kasus yang terjadi pada pupuk sungguh menyedihkan. Pemerintah memberi subsidi pada sebagian pupuk yang diproduksi pabrik, yang kemudian diselewengkan oleh banyak oknum untuk dijual ke perkebunan swasta.

Kemudian kasus benih padi, beberapa BUMN diminta menyiapkan benih unggul yang sebagian dikerjakan koperasi petani. Tetapi harga yang dibayarkan ke koperasi kira 50% dari harga yang dipakai Kemtan kepada BUMN tersebut . Tentu saja koperasi protes yang akhirnya benihnya disabotase dengan menurunkan mutu, kemudian berdampak pada produksi padi, sehingga swasembada padi tidak tercapai. Mengapa tidak menaikkan harga beli padi menjadi 2 kali, sehingga tidak perlu ada subsidi pupuk dan bantuan benih? Sementara itu, masyarakat miskin yang tidak mampu beli beras akan diberi bantuan raskin. Kalau harga beras normal, maka petani akan bersemangat untuk menanam padi, bahkan sukarela bertransmigrasi (di Jepang harga beras sekitar Rp 70.000/kg dan tidak ada impor).

Memang pemerintah sekarang kurang memikirkan dan tidak berpihak pada rakyat kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar